Benih Lele Palembang
menyediakan berbagai jenis bibit lele seperti sangkuriang,,,phyton,,,dan masamo bisa check bibit sebelum pemesanan,,, hubungi kami di no hp izzy :081977852511 & 08987975886 andra: 089666850538
Senin, 21 Oktober 2013
Jumat, 18 Oktober 2013
tentang lele masamo
lele masamo merupakan hasil pengumpulan sifat berbagai plasma nutfah lele dari beberapa negara. Antara lain, lele asli Afrika, lele Afrika yang diadaptasi di Asia, Clarias macrocephalus/bighead catfish yang merupakan lele Afrika dan di kohabitasi di Thailand, dan lele dumbo (brown catfish). “Total ada 7 strain lele.Lele Afrika, terkenal kecepatan tumbuh dan ketahanan tubuh yang tinggi. Sedangkan lele Afrika yang telah mengalami kohabitasi domestik di Asia/Asia Tenggara memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan dan tahan terhadap penyakit lokal. Selain itu ada juga strain yang memiliki produktivitas telur tinggi (spawning rate) dan ada yang efisien pakan.
Ciri dan Sifat
Lele masamo memiliki ciri khas fisik cukup berbeda dengan lele dumbo atau lele lain yang lebih dulu beredar. Dijelaskan Maylana, kepala lele Masamo lebih lonjong, menyerupai sepatu pantofel model lama. Sirip (patil) lebih tajam, badan lebih panjang dan berwarna kehitaman. Ketika stres, muncul warna keputih-putihan atau keabu-abuan.
Lebih detil terdapat bintik seperti tahi lalat di sekujur tubuh masamo yang berukuran besar, memiliki tonjolan di tengkuk kepala, serta bentuk kepala lebih runcing.
Pada induk, tonjolan di tengkuk terlihat nyata. Sangat berbeda dengan induk jenis lain, sehingga tak mungkin dipalsukan,
Tetapi saat masih berukuran benih, secara fisik masamo susah dibedakan dengan benih lele varietas lain. Bedanya pada sifat. Masamo lebih agresif dan nafsu makan kuat. Sehingga jika manajemen pakan tidak bagus bisa berakibat kanibalisme
Lele Phyton Varietas Baru yang Menjanjikan
kini ada pendatang baru asal Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten yang
tak kalah kinclongnya. Varietas tersebut adalah lele phyton.
Yang menarik, jika lele sangkuriang ditemukan oleh para peneliti bergelar akademik, lele phyton ditemukan oleh kelompok pembudidaya yang belajar secara otodidak. “Tapi kami yakin, secara kualitas lele phyton tak kalah dengan lele sangkuriang,” kata Wawan Setiawan, Ketua kelompok pembudidaya ikan air tawar Sinar Kehidupan Abadi yang menjadi penemu lele phyton.
Kualitas lele phyton juga diakui oleh Kasubdin Perikanan Budidaya Provinsi Banten, Wahjul Chair. Menurutnya, berdasarkan hasil pengujian ilmiah, lele phyton memang punya kualitas yang setara dengan lele sangkuriang. “Meski lele phyton ditemukan oleh pembudidaya namun kualitasnya boleh diadu dengan lele sangkuriang yang ditemukan dari laboratorium,” puji Wahjul.
Salah satu indikator tingginya kualitas lele phyton bisa dilihat dari konversi pakannya. Memiliki FCR (Food Convertion Ratio) 1:1, maka satu kilogram pakan yang diberikan kepada lele phyton juga akan menghasilkan sekilo daging. Bandingkan dengan FCR milik lele sangkuriang yang punya perbandingan 1: 0,81. Bukan itu saja, keunggulan lele phyton yang lain adalah soal rasanya. Memiliki tubuh bak ular phyton, lele phyton sangat lincah bergerak. Hal ini kemudian berkorelasi positif dengan rasa dagingnya. “Karena lebih lincah, rasa daging lele phyton terasa lebih enak dan gurih karena lemak yang terkandung lebih sedikit,” kata Wawan.
Bukan itu saja, karena lebih langsing lele phyton terlihat lebih menarik jika disajikan dalam masakan ketimbang lele dumbo yang tambun. Apalagi jika lele phyton diolah menjadi pecel lele, makin klop lah penampilannya. Kemampuan adaptasi Wawan, yang kelompoknya bermarkas di desa Bayumundu, Kecamatan Keduhejo, Pandeglang menuturkan, ditemukannya lele phyton berawal dari kenyataan benih yang ‘diimpor’ dari daerah lain lebih sering mati jika dipelihara di kolam di desa tersebut.
Benih asal daerah lain, kata Wawan tidak punya kemampuan untuk beradaptasi dengan iklim desa Bayumundu yang dingin. “Suhu di desa kami bisa mencapai 17°C pada malam hari. Akibatnya benih yang didatangkan dari daerah lain tidak mampu beradaptasi dan akibatnya mati,” tuturnya.
Wawan menceritakan, kelompoknya pernah mendatangkan setengah juta benih lele dari Lampung. Namun, benih tersebut memiliki tingkat mortalitas (kematian) yang sangat tinggi. “Seharusnya kami bisa panen 50 ton, ternyata hanya bisa panen sebanyak 22 ton. Akhirnya, kami berfikir bisa nggak bisa kami harus mencetak benih sendiri,” katanya.
Berawal dari kondisi tersebut, Wawan dan kelompoknya kemudian mulai mencoba mengembangkan lele asli pandeglang yang cocok dengan iklim di daerah tersebut. Setelah hampir dua tahun melakukan percobaan trial and error, lahir lah lele phyton pada 2004.
Wawan menjelaskan, lele phyton dihasilkan dengan menyilangkan induk eks Thailand generasi kedua (F2) dengan induk lele lokal. “Untuk induk lele lokalnya, kami tak tahu generasi yang ke berapa. Karena sudah bertahun-tahun dikembangkan di sini,” jelasnya. Digunakannya induk lele lokal dalam proses persilangan kemudian menghasilkan keunggulan lele phyton yang lain, yaitu kemampuan adaptasi terhadap iklim dingin yang dirniliki kabupaten Pandeglang. Kemampuan adaptasi tersebut membuat tingkat mortalitas lele phyton sangat rendah. Survival Rate (SR/tingkat kelangsungan hidup) lele phyton bisa jadi di atas di atas 90%,” kata Wawan yakin.
Kemampuan adaptasi lele phyton bukan sekedar berguna untuk daerah dingin, untuk daerah beriklim panas lele phyton punya kemampuan adaptasi yang luar biasa. “Berdasarkan pengalaman, benih yang dihasilkan di daerah dingin selalu bisa bertahan di daerah yang berikilm dingin. Begitu juga halnya dengan lele phyton,” jelas Wawan. Untung terus. Yang jelas, kualitas lele phyton menjanjikan keuntungan marathon alias terus menerus.Menurut Wawan, dengan modal awal Rp5,8 juta, pendapatan pembudidaya bisa mencapai Rp. 7,2 juta. Itu artinya ada keuntungan sebesar 1,4 juta untuk 50 hari siklus lele phyton.
Begini perinciannya, untuk satu kolam dengan 1.000 ekor benih tebar dan harga benih Rp. 150/ekor, maka dibutuhkan Rp. 1,5 juta untuk pengadaan benih. Kemudian selama 50 hari pemeliharaan dibutuhkan satu ton pakan dengan harga Rp. 4.300/kg. Itu artinya dibutuhkan Rp. 4,3 juta untuk pengadaan pakan. Jadi total modal yang perlu disiapkan oleh pembudidaya Rp. 5,8 juta. Setelah 50 hari pemeliharaan, panen yang akan diperoleh mencapai satu ton.
Dengan harga jual Rp. 7.200/kg, pendapatan yang dikeruk pun mencapai Rp. 7,2 juta. Jadi, keuntungan yang bisa diperoleh mencapai Rp. 1,4 juta/siklus. “Yang membuat budidaya lele phyton semakin besar peluangnya adalah masih minimnya pasok ikan lele. Di Banten saja kebutuharmya yang mencapai 7 ton/hari belum terpenuhi,” kata Wawan. Kesimpulannya, buat anda yang ingin dipatuk keuntungan budidaya, lele phyton adalah pilihan yang tepat.
Pesona Magis Lele Phyton
Jika anda bertanya mengapa lele yang satu ini diberi nama lele phyton, mungkin dengan melihat bentuknya anda akan mafhum mengapa nama itu muncul. Bentuk tubuh lele ini, terutama kepalanya memang mirip dengan ular phyton. Tapi, asal tahu saja, ada unsur magis mengapa akhirnya lele made in desa Bayumundu itu dinamakan lele phyton. “Desa kami memang sangat kental dengan unsur magis, segala sesuatunya selalu dikaitkan dengan halhal ghaib, termasuk soal penamaan ikan lele,” ujar Wawan Setiawan.
Menurut Wawan, setelah berkali-kali gagal dalam percobaan untuk menghasilkan induk lele yang berkualitas, suatu malam anggota kelompok yang bertugas untuk melakukan penyilangan induk bermimpi didatangi ular phyton besar. Bukan cuma didatangi, dia juga bahkan bersetubuh dengan ular tersebut.
“Setelah mimpi tersebut, esoknya telur lele hasil persilangan menetas dengan bentuk yang sangat mirip dengan ular phyton. Jadilah ia diberi nama lele phyton,” ungkap Wawan
Yang menarik, jika lele sangkuriang ditemukan oleh para peneliti bergelar akademik, lele phyton ditemukan oleh kelompok pembudidaya yang belajar secara otodidak. “Tapi kami yakin, secara kualitas lele phyton tak kalah dengan lele sangkuriang,” kata Wawan Setiawan, Ketua kelompok pembudidaya ikan air tawar Sinar Kehidupan Abadi yang menjadi penemu lele phyton.
Kualitas lele phyton juga diakui oleh Kasubdin Perikanan Budidaya Provinsi Banten, Wahjul Chair. Menurutnya, berdasarkan hasil pengujian ilmiah, lele phyton memang punya kualitas yang setara dengan lele sangkuriang. “Meski lele phyton ditemukan oleh pembudidaya namun kualitasnya boleh diadu dengan lele sangkuriang yang ditemukan dari laboratorium,” puji Wahjul.
Salah satu indikator tingginya kualitas lele phyton bisa dilihat dari konversi pakannya. Memiliki FCR (Food Convertion Ratio) 1:1, maka satu kilogram pakan yang diberikan kepada lele phyton juga akan menghasilkan sekilo daging. Bandingkan dengan FCR milik lele sangkuriang yang punya perbandingan 1: 0,81. Bukan itu saja, keunggulan lele phyton yang lain adalah soal rasanya. Memiliki tubuh bak ular phyton, lele phyton sangat lincah bergerak. Hal ini kemudian berkorelasi positif dengan rasa dagingnya. “Karena lebih lincah, rasa daging lele phyton terasa lebih enak dan gurih karena lemak yang terkandung lebih sedikit,” kata Wawan.
Bukan itu saja, karena lebih langsing lele phyton terlihat lebih menarik jika disajikan dalam masakan ketimbang lele dumbo yang tambun. Apalagi jika lele phyton diolah menjadi pecel lele, makin klop lah penampilannya. Kemampuan adaptasi Wawan, yang kelompoknya bermarkas di desa Bayumundu, Kecamatan Keduhejo, Pandeglang menuturkan, ditemukannya lele phyton berawal dari kenyataan benih yang ‘diimpor’ dari daerah lain lebih sering mati jika dipelihara di kolam di desa tersebut.
Benih asal daerah lain, kata Wawan tidak punya kemampuan untuk beradaptasi dengan iklim desa Bayumundu yang dingin. “Suhu di desa kami bisa mencapai 17°C pada malam hari. Akibatnya benih yang didatangkan dari daerah lain tidak mampu beradaptasi dan akibatnya mati,” tuturnya.
Wawan menceritakan, kelompoknya pernah mendatangkan setengah juta benih lele dari Lampung. Namun, benih tersebut memiliki tingkat mortalitas (kematian) yang sangat tinggi. “Seharusnya kami bisa panen 50 ton, ternyata hanya bisa panen sebanyak 22 ton. Akhirnya, kami berfikir bisa nggak bisa kami harus mencetak benih sendiri,” katanya.
Berawal dari kondisi tersebut, Wawan dan kelompoknya kemudian mulai mencoba mengembangkan lele asli pandeglang yang cocok dengan iklim di daerah tersebut. Setelah hampir dua tahun melakukan percobaan trial and error, lahir lah lele phyton pada 2004.
Wawan menjelaskan, lele phyton dihasilkan dengan menyilangkan induk eks Thailand generasi kedua (F2) dengan induk lele lokal. “Untuk induk lele lokalnya, kami tak tahu generasi yang ke berapa. Karena sudah bertahun-tahun dikembangkan di sini,” jelasnya. Digunakannya induk lele lokal dalam proses persilangan kemudian menghasilkan keunggulan lele phyton yang lain, yaitu kemampuan adaptasi terhadap iklim dingin yang dirniliki kabupaten Pandeglang. Kemampuan adaptasi tersebut membuat tingkat mortalitas lele phyton sangat rendah. Survival Rate (SR/tingkat kelangsungan hidup) lele phyton bisa jadi di atas di atas 90%,” kata Wawan yakin.
Kemampuan adaptasi lele phyton bukan sekedar berguna untuk daerah dingin, untuk daerah beriklim panas lele phyton punya kemampuan adaptasi yang luar biasa. “Berdasarkan pengalaman, benih yang dihasilkan di daerah dingin selalu bisa bertahan di daerah yang berikilm dingin. Begitu juga halnya dengan lele phyton,” jelas Wawan. Untung terus. Yang jelas, kualitas lele phyton menjanjikan keuntungan marathon alias terus menerus.Menurut Wawan, dengan modal awal Rp5,8 juta, pendapatan pembudidaya bisa mencapai Rp. 7,2 juta. Itu artinya ada keuntungan sebesar 1,4 juta untuk 50 hari siklus lele phyton.
Begini perinciannya, untuk satu kolam dengan 1.000 ekor benih tebar dan harga benih Rp. 150/ekor, maka dibutuhkan Rp. 1,5 juta untuk pengadaan benih. Kemudian selama 50 hari pemeliharaan dibutuhkan satu ton pakan dengan harga Rp. 4.300/kg. Itu artinya dibutuhkan Rp. 4,3 juta untuk pengadaan pakan. Jadi total modal yang perlu disiapkan oleh pembudidaya Rp. 5,8 juta. Setelah 50 hari pemeliharaan, panen yang akan diperoleh mencapai satu ton.
Dengan harga jual Rp. 7.200/kg, pendapatan yang dikeruk pun mencapai Rp. 7,2 juta. Jadi, keuntungan yang bisa diperoleh mencapai Rp. 1,4 juta/siklus. “Yang membuat budidaya lele phyton semakin besar peluangnya adalah masih minimnya pasok ikan lele. Di Banten saja kebutuharmya yang mencapai 7 ton/hari belum terpenuhi,” kata Wawan. Kesimpulannya, buat anda yang ingin dipatuk keuntungan budidaya, lele phyton adalah pilihan yang tepat.
Pesona Magis Lele Phyton
Jika anda bertanya mengapa lele yang satu ini diberi nama lele phyton, mungkin dengan melihat bentuknya anda akan mafhum mengapa nama itu muncul. Bentuk tubuh lele ini, terutama kepalanya memang mirip dengan ular phyton. Tapi, asal tahu saja, ada unsur magis mengapa akhirnya lele made in desa Bayumundu itu dinamakan lele phyton. “Desa kami memang sangat kental dengan unsur magis, segala sesuatunya selalu dikaitkan dengan halhal ghaib, termasuk soal penamaan ikan lele,” ujar Wawan Setiawan.
Menurut Wawan, setelah berkali-kali gagal dalam percobaan untuk menghasilkan induk lele yang berkualitas, suatu malam anggota kelompok yang bertugas untuk melakukan penyilangan induk bermimpi didatangi ular phyton besar. Bukan cuma didatangi, dia juga bahkan bersetubuh dengan ular tersebut.
“Setelah mimpi tersebut, esoknya telur lele hasil persilangan menetas dengan bentuk yang sangat mirip dengan ular phyton. Jadilah ia diberi nama lele phyton,” ungkap Wawan
keunggulan lele sangkuriang
1. Produksi
Tinggi
Berdasarkan pengalaman di
lapangan, capaian angka produksi lele sangkuriang relatif lebih tinggi di
bandingkan dengan capaian produksi lele dumbo biasa, baik di tingkat pembenihan
maupun pembesaran. Sebagai contoh, umumnya pemberian pakan sebanyak 1 ton untuk
membesarkan benih lele dumbo sebanyak 10.000 ekor hanya menghasilkan lele
konsumsi sekitar 7 – 8 kuintal. Sementara itu pada lele sangkuriang, pemberian pakan
dengan kuantitas dan kualitas yang setara untuk jumlah benih yang sama mampu
menghasilkan lele konsumsi sekitar 1 – 1,4 ton. Dengan kata lain, berdasarkan
fakta tersebut, Food Conversion Rate
( FCR ) lele sangkuriang lebih rendah dari pada FCR lele dumbo biasa. FCR
adalah perbandingan antara jumlah pakan yang di berikan dengan pertambahan
bobot ikan selama masa pemeliharaan hingga saat panen tiba.
2. Panen
Lebih Cepat
Cepatnya laju pertumbuhan lele
sangkuriang berdampak pada cepatnya siklus panen. Sebagai gambaran perkembangan
lele sangkuriang di tingkat benih dari ukuran 2 – 3 cm untuk mencapai ukuran 5 –
6 cm hanya membutuhkan waktu pemeliharaan sekitar 20 – 25 hari, sementara itu
untuk lele dumbo umumnya membutuhkan waktu lebih lama sekitar 30 – 40 hari. Di
tingkat pembesaran, dengan asumsi menggunakan benih ukuran 5 – 6 cm lele
sangkuriang ukuran konsumsi bisa di panen sekitar 50 – 60 hari sejak di tebar.
Pada suhu yang lebih tinggi misalnya di daerah yang bertemperatur 35 - 38ยบ C,
panen lele sangkuriang ukuran konsumsi bisa lebih cepat yakni sekitar 45 hari.
3. Lebih
Tahan Terhadap Penyakit
Semua jenis lele di persenjatai
dengan lendir yang melapisi kulitnya, tak terkecuali lele sangkuriang. Lendir
ini berguna untuk melindungi kulit atau tubuh lele, terutama untuk menangkal
serangan penyakit. Karena itu, hindari perlakuan terhadap lele yang dapat
mereduksi atau mengikis lendir di kulit lele.
4. Kualitas
Daging Lebih Unggul
Daging lele sangkuriang lebih
unggul di bandingkan dengan daging lele dumbo biasa. Keunggulan ini terbukti
dari tekstur daging yang lebih padat. Selain itu, daging lele sangkuriang lebih
minim kandungan lemaknya, lebih renyah, lebih gurih, dan tidak berbau lumpur.
5. Lebih
Tahan Banting
Sama seperti lele pada umumnya,
lele sangkuriang termasuk ikan yang tahan banting. Untuk dapat bertahan hidup,
lele sangkuriang tidak memerlukan kondisi atau persyaratan air yang khusus
seperti pada ikan air tawar lainnya. Demikian juga dengan lele sangkuriang.
Karena kemampuan tersebut lele sangat mungkin di pelihara di dalam wadah
budidaya dengan kondisi air kritis, misalnya di bak comberan. Selain itu, lele
bisa di budidayakan di dalam pilihan wadah yang beragam. Misalnya, menggunakan
kolam terpal, drum atau wadah alternatif lainnya.
6. Teknik
Pemeliharaan Lebih Mudah
Keunggulan – keunggulan lele
sangkuriang seperti lebih tahan terhadap penyakit dan lebih tahan banting,
tentunya akan lebih memudahkan pemeliharaan ikan ini. Dalam hal pergantian air
tak harus sesering jika membudidayakan ikan bersisik. Bahkan di sarankan untuk
tidak mengganti air kolam sama sekali selama masa pemeliharaan lele
sangkuriang. Pasalnya, penggantian air akan mengubah kualitas air ideal bagi
lele sangkuriang.
7. Bisa
Dibudidayakan di Lahan Sempit
Tingkat keberhasilan budi daya
dengan memanfaatkan lahan alternatif ternyata cukup bisa di andalkan. Angka
produksi pun tak kalah tinggi dengan pemeliharaan lele sangkuriang di lahan konvensional.
Umumnya, jenis kolam yang di gunakan di lahan alternatif seperti di kemukakan
adalah kolam terpal.
8. Benih
Mudah Diperoleh
Memang keberadaan pembudidaya yang khusus
membenihkan lele sangkuriang tidak merata di seluruh wilayah Indonesia. Namun
dengan kemajuan teknologi informasi, tidak terlalu sulit untk memperoleh benih
lele sangkuriang. Cukup mengetahui nomor kontak penyedia benih lele
sangkuriang, peminat budidaya ikan berkumis ini sudah bisa melakukan pemesanan.
Langganan:
Postingan (Atom)